Kanamata
adalah umat awam berbakti, murid Sang Buddha. Anaknya yang bernama Kana telah
menikah dengan seorang pemuda dari desa lain. Suatu ketika Kana menjenguk
ibunya untuk beberapa waktu, suaminya mengirim pesan agar ia segera pulang ke
rumah. Ibunya berkata kepadanya untuk menunggu beberapa hari sebab ia ingin
membuatkan daging manis (dendeng) untuk suami Kana. Esoknya Kanamata membuat
sejumlah dendeng, tetapi ketika empat bhikkhu berpindapatta di rumahnya, ia
mendanakan sejumlah daging kepada mereka. Empat bhikkhu tersebut berkata kepada
bhikkhu lainnya tentang persembahan dana makanan dari rumah Kanamata, mereka
juga melakukan pindapatta di rumah Kanamata. Kanamata sebagai pengikut dan
murid Sang Buddha mempersembahkan dendengnya kepada para bhikkhu yang datang
satu persatu. Pada akhirnya tidak ada yang tersisa untuk Kana dan ia tidak
dapat pulang ke rumahnya pada hari itu.
Hal
yang sama terjadi pada dua hari berikutnya, ibunya membuat sejumlah dendeng,
para bhikkhu datang berpindapatta di rumahnya, ia mempersembahkan dendengnya
kepada para bhikkhu, sehingga tidak ada tersisa untuk dibawa pulang anaknya,
dan anaknya tidak dapat pulang ke rumahnya.
Pada
hari ketiga, suaminya mengirimkan pesan untuknya. Pesan yang merupakan suatu
peringatan keras, jika ia tidak pulang ke rumah esok hari, maka suaminya akan
menikah dengan wanita lain.
Tetapi
pada esok harinya, Kana tetap tidak dapat pulang ke rumahnya, sebab ibunya
mempersembahkan semua dendengnya untuk para bhikkhu. Peringatan keras tadi
menjadi kenyataan, suami Kana menikah dengan wanita lain.
Kana
menjadi tidak senang terhadap para bhikkhu. Ia beranggapan bahwa mereka yang
menjadi gara-gara suaminya menikah lagi. Seringkali ia mencaci maki para
bhikkhu, sehingga para bhikkhu akhirnya menjauh dari rumah Kanamata.
Mendengar
perihal Kana, Sang Buddha pergi ke rumah Kanamata. Di sana Kanamata
mempersembahkan sejumlah bubur nasi. Setelah menyantap persembahan itu, Sang
Buddha menemui Kana dan bertanya kepadanya, “Apakah para bhikkhu menerima apa
yang diberikan, atau yang tidak diberikan kepada mereka?” Kana menjawab bahwa
para bhikkhu menerima apa yang diberikan kepada mereka, dan menambahkan bahwa
“Mereka tidak bersalah, saya yang salah.” Jadi ia mengakui kesalahannya dan
kemudian memberi hormat kepada Sang Buddha.
Sang
Buddha kemudian memberikan khotbah. setelah mendengarkan khotbah itu, Kana
mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Pada
perjalanan pulang ke vihara, Sang Buddha bertemu dengan Raja Pasenadi dari
Kosala. Beliau mengatakan perihal Kana dan sikapnya yang tidak baik terhadap
para bhikkhu. Raja Pasenadi berkata kepada Sang Buddha agar dapat mengajarkan
kebenaran (Dhamma) kepadanya. Sang Buddha menjawab “Ya, saya telah mengajarkan
Dhamma kepadanya, dan saya juga telah membuat ia menjadi kaya dalam kehidupan
mendatang.” Kemudian Raja Pasenadi berjanji kepada Sang Buddha untuk membuatnya
kaya dalam kehidupan sekarang.
Raja
mengirimkan orang-orangnya untuk menjemput Kana dengan tandu. Ketika Kana tiba
di istana, raja mengumumkan kepada para menterinya “Siapa yang dapat memberi
kesenangan hidup kepada anakku Kana, silahkan merawatnya.” Salah seorang
menteri dengan sukarela mengadopsi Kana sebagai anaknya, memberinya kekayaan
dan berkata kepadanya, “Kamu boleh memberikan dana sebanyak yang kamu suka.”
Setiap hari Kana memberikan persembahan dana kepada para bhikkhu di empat pintu
kota.
Ketika
berkata tentang Kana dan kemurahan hatinya dalam memberikan dana, Sang Buddha
bersabda, “Para bhikkhu pikiran Kana sebelumnya diselimuti kabut dan lumpur,
sekarang telah menjadi jernih dan tenang oleh kata-kata-Ku.”
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 82 berikut ini:
Bagaikan danau yang dalam,
airnya jernih dan tenang.
Demikian pula batin para orang bijaksana,
menjadi tentram karena mendengarkan Dhamma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar