Setelah lima ratus bhikkhu menerima obyek meditasi yang
diberikan Sang Buddha, mereka pergi ke hutan. Di sana mereka melatih meditasi
dengan bersemangat dan rajin sehingga mencapai ‘Penunggalan Kesadaran’ (jhana).
Setelah mencapai jhana mereka berpikir bahwa mereka telah bebas dari hawa nafsu
oleh karena itu mereka telah mencapai tingkat kesucian arahat.
Pada hal kenyataannya, mereka hanya menilai dirinya
sendiri berlebihan. Mereka pergi menjumpai Sang Buddha dengan maksud untuk
memberitahukan tentang pencapaian ke-arahat-an mereka.
Ketika mereka tiba di gerbang luar vihara, Sang Buddha berkata
kepada Y.A. Ananda, “Bhikkhu-bhikkhu itu tidak akan mendapat banyak manfaat
apabila menemui-Ku sekarang, biarpun mereka pergi ke kuburan sekarang, baru
kemudian menemui-Ku sesudahnya.”
Kemudian Ananda memberitahukan pesan Sang Buddha kepada para
bhikkhu, dan mereka merenung, “Sang Buddha mengetahui segalanya, Beliau pasti
mempunyai beberapa alasan agar kita pergi ke kuburan terlebih dahulu.” Maka
pergilah para bhikkhu itu ke kuburan.
Setelah tiba di kuburan, mereka melihat banyak mayat yang telah
membusuk, kemudian mereka melihat dirinya sendiri bagaikan kerangka dan tulang
belulang, dan ketika mereka melihat mayat-mayat yang baru, mereka menyadari
bahwa mereka masih memiliki hawa nafsu.
Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa Beliau melihat dan
muncul di hadapan para bhikkhu, kemudian Beliau berkata, “Para bhikkhu! Dengan
melihat tulang belulang yang telah memutih, apakah pantas mempunyai hawa nafsu
dalam dirimu?”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 149 berikut :
Bagaikan labu yang dibuang pada musim rontok,
demikian pula halnya dengan tulang-tulang yang memutih ini.
Kesenangan apakah yang didapat dari memandangnya?
demikian pula halnya dengan tulang-tulang yang memutih ini.
Kesenangan apakah yang didapat dari memandangnya?
Lima ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat setelah
khotbah Dhamma itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar