Dhammapada Atthakata 163 - Kisah Perpecahan Sangha |
Pada suatu kesempatan,
ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana, Devadatta
datang kepadanya dan menyarankan bahwa Sang Buddha kini telah menjadi tua,
seharusnya tugas-tugas kepemimpinan Sangha diserahkan kepada Devadatta. Tetapi
Sang Buddha menolak permintaannya, menegurnya, dan menyebutnya “penjilat lidah”
(khelasika). Sejak saat itu, Devadatta sangat membenci Sang Buddha. Ia bahkan
berusaha membunuh Sang Buddha sebanyak tiga kali, tetapi selalu gagal. Kemudian
Devadatta mencoba taktik lain. Kali ini ia datang kehadapan Sang Buddha dan
mengajukan lima peraturan untuk para bhikkhu untuk dilakukan sepanjang
hidupnya.
Ia mengajukan: 1) Para
bhikkhu harus tinggal di hutan. 2) Para bhikkhu harus hidup dengan makanan yang
hanya diterima pada saat pindapata. 3) Mereka harus mengenakan jubah yang hanya
terbuat dari potongan kain yang diperoleh dari tumpukan sampah. 4) Mereka harus
berdiam di bawah pohon dan 5) Mereka tidak boleh memakan ikan atau daging.
Sang Buddha tidak
menolak terhadap peraturan tersebut dan tidak keberatan terhadap siapa pun yang
sanggup melakukannya, tetapi dengan berbagai pertimbangan yang benar, Beliau
tidak menetapkan peraturan itu untuk para bhikkhu secara keseluruhan.
Devadatta menuntut bahwa
peraturan yang diajukannya lebih baik daripada peraturan yang telah ada, dan
beberapa bhikkhu baru sepakat dengannya.
Suatu hari, Sang
Buddha bertanya kepada Devadatta apakah benar bahwa ia berusaha membuat
perpecahan dalam Sangha, dan ia mengakui bahwa hal itu benar. Sang Buddha
memperingatkannya bahwa perbuatan itu adalah suatu perbuatan buruk yang serius,
tetapi Devadatta tidak memperdulikan peringatan itu. Setelah itu Devadatta
bertemu dengan Ananda Thera pada saat berpindapatta di Rajagaha, Devadatta
berkata kepada Ananda Thera, “Ananda, mulai hari ini, saya akan melakukan
kegiatan uposatha, dan menjalankan tugas-tugas Sangha secara terpisah, tidak
tergantung kepada Sang Buddha dan pasamuan bhikkhu-bhikkhu.” Sekembalinya dari
pindapatta, Ananda Thera memberitahu Sang Buddha apa yang telah dikatakan oleh
Devadatta.
Mendengar hal itu,
Sang Buddha menjelaskan, “Devadatta melakukan kesalahan yang sangat serius,
perbuatan itu akan menyebabkan ia terlahir ke alam neraka Avici. Bagi orang
yang bersifat baik, sangatlah mudah melakukan perbuatan baik dan sulit berbuat
jahat, tetapi orang jahat, sangatlah mudah berbuat jahat dan sulit melakukan
perbuatan baik. Memang, dalam hidup ini adalah mudah untuk melakukan sesuatu
yang tidak bermanfaat, tetapi sulit untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat.”
Kemudian Sang Buddha
membabarkan syair 163 berikut:
Sungguh mudah untuk melakukan hal-hal
yang buruk dan tak bermanfaat,
tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal
yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri.
yang buruk dan tak bermanfaat,
tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal
yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri.
Kemudian pada hari
Uposatha, Devadatta diikuti oleh lima ratus bhikkhu-bhikkhu suku Vajji,
memisahkan diri dari pasamuan Sangha, dan pergi ke Gayasisa. Akan tetapi ketika
dua murid utama, Sariputta dan Maha Moggallana pergi menemui para bhikkhu
pengikut Devadatta, dan berbicara kepada mereka. Mereka menyadari kesalahannya,
sehingga banyak diantara mereka yang kembali bersama dua murid utama kepada
Sang Buddha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar