Suatu
pagi, saat Koka pergi berburu dengan anjing-anjing pemburunya, dia melihat
seorang bhikkhu memasuki kota untuk berpindapatta. Pemburu mengira bahwa hal
itu merupakan pertanda buruk dan menggerutu pada dirinya sendiri: “Sejak saya
melihat pemandangan ini, saya mengira saya tidak akan mendapatkan hasil buruan
apapun hari ini”, dan dia melanjutkan perjalanannya. Seperti dugaannya, dia
tidak memperoleh apapun.
Pada
perjalanan pulang, dia melihat kembali bhikkhu yang sama sedang berjalan pulang
ke vihara setelah menerima dana makanan di kota. Pemburu itu menjadi sangat
marah. Ia melepaskan anjing-anjing pemburunya ke arah bhikkhu tersebut. Dengan
cepat bhikkhu itu memanjat pohon yang tidak dapat dijangkau oleh anjing
pemburu. Kemudian si pemburu pergi ke bawah pohon dan menusuk tumit kaki
bhikkhu tersebut dengan ujung anak panahnya.
Bhikkhu
itu sangat kesakitan dan tidak mampu lagi memegang jubahnya. Jubahnya terlepas
dan jatuh menutupi si pemburu yang berada di bawah pohon.
Anjing-anjing
melihat jubah kuning terjatuh mengira bahwa bhikkhu tersebut telah jatuh dari
pohon. Segera anjing-anjing tersebut menyambar jubah kuning dan tubuh yang
terbalut di dalamnya, menggigit dan mengguling-gulingkannya dengan penuh
kemarahan.
Bhikkhu
itu, dari persembunyiannya di atas pohon mematahkan sebuah ranting pohon yang
kering untuk menghalau anjing-anjing itu. Akhirnya anjing-anjing itu mengetahui
bahwa mereka telah menyerang tuan mereka sendiri, bukan bhikkhu, dan mereka
berlarian ke dalam hutan.
Bhikkhu
tersebut turun dari atas pohon, dan menemukan si pemburu telah meninggal dunia.
Ia merasa menyesal atasnya. Bhikkhu itu juga bertanya dalam hatinya apakah
dirinya bertanggung jawab atas kematian si pemburu karena tertutup oleh jubah
kuningnya?
Kemudian
bhikkhu itu menghadap Sang Buddha untuk menjernihkan keragu-raguannya. Sang
Buddha berkata: “Anak-Ku, pastikan dan janganlah ragu-ragu bahwa kamu tidak
bertanggung jawab atas kematian pemburu. Pelaksanaan moral (sila) kamu juga
tidak tercemari oleh kematian itu. Lagipula, pemburu itu mempunyai perbuatan
keliru terhadap orang yang tidak berbuat salah, sehingga ia memperoleh keadaan
akhir yang menyedihkan.”
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 125 berikut:
Barangsiapa berbuat jahat terhadap orang baik,
orang suci, dan orang yang tidak bersalah,
maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu,
bagaikan debu yang dilempar melawan angin.
Bhikkhu
tersebut mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar