Suatu
ketika lima ratus wanita dari Savatthi berkunjung ke Vihara Pubbarama untuk
melaksanakan tekad peraturan moral uposatha. Pendiri vihara itu adalah seorang
wanita terkenal, Visakha, bertanya kepada kelompok-kelompok wanita itu mengapa
mereka datang untuk melaksanakan kewajiban hari uposatha.
Visakha
memperoleh jawab berbeda-beda dari kelompok-kelompok wanita yang berbeda
jenjang usianya, karena mereka datang dengan alasan yang bermacam-macam.
Kelompok
wanita yang jenjang usianya sudah tua melaksanakan kewajiban hari uposatha
karena berharap memperoleh keuntungan/rejeki dan kebahagiaan surgawi lahir
kembali sebagai dewa setelah meninggal dunia.
Kelompok
wanita yang berjenjang usia setengah baya berharap tidak tinggal bersama dalam
satu rumah dengan istri lain dari sang suami tercinta.
Kelompok
wanita yang baru menikah berharap mendapatkan anak pertama laki-laki, dan
kelompok wanita yang belum menikah berharap bisa menikah dengan suami yang
baik.
Mendapat
jawab seperti itu, Visakha membawa para wanita tersebut menghadap Sang Buddha.
Ketika Visakha memberitahukan kepada Sang Buddha tentang jawaban yang
bermacam-macam dari kelompok-kelompok wanita itu, Sang Buddha berkata,
“Visakha! Kelahiran, ketuaan, dan kematian selalu terjadi pada setiap makhluk
hidup, karena setiap makhluk yang dilahirkan, ia akan menjadi subjek dari
ketuaan, dan kelapukan, dan akhirnya kematian. Saat ini para wanita itu belum
mengharapkan kebebasan dari lingkaran tumimbal lahir (samsara), mereka masih
menyukai dan terikat dengan lingkaran tumimbal lahir (samsara).”
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 135 berikut:
Bagaikan seorang penggembala menghalau sapinya
dengan tongkat ke padang rumput,
begitu juga umur tua dan kematian menghalau kehidupan setiap
makhluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar