Tambadathika mengabdi kepada raja sebagai penjagal
para pencuri selama lima puluh lima tahun, dan ia baru saja pensiun dari
pekerjaannya. Suatu hari, setelah mempersiapkan bubur nasi di rumahnya, ia
pergi ke sungai untuk mandi. Ia mempersiapkan bubur nasi itu untuk dimakannya
setelah kembali dari sungai.
Pada waktu Tambadathika mengambil bubur nasi,
Sariputta Thera yang baru saja bangun dari meditasi Jhana Samapatti, berada di
muka pintu rumahnya. Pada saat melihat Sariputta Thera, Tambadathika berpikir,
“Meskipun dalam hidupku saya telah menghukum mati para pencuri, sekarang saya
seharusnya mempersembahkan makanan ini kepada bhikkhu itu.” Kemudian ia
mengundang Sariputta Thera untuk datang ke rumahnya dan dengan hormat
mempersembahkan nasi tersebut.
Setelah bersantap, Sariputta Thera mengajarkan Dhamma
kepadanya, tapi Tambadathika tidak dapat memperhatikan, sebab ia begitu gelisah
mengingat masa lalunya sebagai seorang penjagal. Ketika Sariputta Thera
mengetahui hal ini, ia memutuskan untuk menanyakan dengan bijaksana apakah ia
membunuh pencuri atas kehendaknya atau diperintahkan untuk melakukan hal itu.
Tambadathika menjawab bahwa ia diperintah raja untuk membunuh mereka dan ia
tidak berniat untuk membunuh. Kemudian Sariputta Thera bertanya, “Jika
demikian, apakah kamu bersalah atau tidak?” Tambadathika menyimpulkan bahwa ia
tidak bertanggung jawab atas perbuatan jahat tersebut, ia tidak bersalah.
Oleh karena itu ia menjadi tenang dan meminta kepada
Sariputta Thera untuk meneruskan penjelasannya. Dengan mendengarkan Dhamma
penuh perhatian, ia hampir mencapai tingkat kesucian sotapatti, ia mencapai anulomaññana. Setelah khotbah Dhamma
berakhir, Tambadathika menyertai perjalanan Sariputta Thera sampai jarak
tertentu, dan kemudian ia pulang kembali ke rumahnya.
Pada perjalanan pulang, seekor sapi (sebenarnya setan
yang menyamar sebagai seekor sapi) menyeruduknya sehingga ia meninggal dunia.
Ketika Sang Buddha berada dalam pertemuan bhikkhu pada
sore hari, para bhikkhu memberitahu beliau perihal kematian Tambadathika.
Ketika ditanyakan di mana Tambadathika dilahirkan kembali, Sang Buddha berkata
kepada mereka bahwa meskipun Tambadathika telah melakukan perbuatan jahat
sepanjang hidupnya, karena memahami Dhamma setelah mendengarnya dari Sariputta
Thera, ia telah mencapai anulomaññana sebelum meninggal dunia. Ia dilahirkan
kembali di alam sorga Tusita.
Para bhikkhu sangat heran bagaimana mungkin seseorang
yang melakukan perbuatan jahat seperti itu dapat memperoleh pahala demikian
besar setelah mendengarkan Dhamma hanya sekali. Kepada mereka, Sang Buddha
berkata, “Daripada suatu penjelasan panjang yang tanpa makna, lebih baik satu
kata yang mengandung pengertian dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 100 berikut:
Daripada seribu kata
yang tak berarti,
adalah lebih baik sepatah kata yang
bermanfaat,
yang dapat memberi kedamaian kepada
pendengarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar