Setelah menerima pelajaran objek meditasi dari Sang
Buddha, Kondanna pergi ke hutan untuk mempraktekkan meditasi dan di sana
Kondanna mencapai tingkat kesucian arahat. Dalam perjalanan pulang untuk
memberi penghormatan kepada Sang Buddha, Kondanna sangat lelah dan berhenti di
perjalanan. Kondanna duduk di atas lempengan batu besar dan mengkonsentrasikan
pikiran dalam jhana. Pada saat itu, lima ratus orang perampok setelah merampok
sebuah desa besar, datang ke tempat Kondanna berada. Mereka mengira bhikkhu itu
bagaikan tunggul pohon sehingga mereka menaruh tumpukkan barang rampokan di
sekitar tubuh beliau. Ketika hari mulai siang, mereka menyadari bahwa apa yang
mereka kira sebagai tunggul pohon, pada kenyataannya adalah makhluk hidup. Kemudian
mereka berpikir bahwa makhluk itu merupakan raksasa sehingga mereka lari dengan
ketakutan.
Kondanna menyatakan kepada mereka bahwa ia hanya
seorang bhikkhu, bukan raksasa, dan berkata kepada mereka agar jangan takut.
Perampok-perampok tersebut terpesona oleh kata-katanya, dan memohon maaf atas
kesalahan yang telah mereka perbuat. Tak lama kemudian, semua perampok memohon
kepada Kondanna agar berkenan menerima mereka dalam pasamuan bhikkhu. Sejak
saat itu Kondanna dikenal dengan nama “Khanu Kondanna” (Kondanna tunggul
pohon).
Kondanna beserta bhikkhu-bhikkhu baru menemui Sang
Buddha dan menyampaikan kepada Beliau apa yang telah terjadi. Kepada mereka
Sang Buddha berkata, “Hidup seratus tahun dengan ketidaktahuan, melakukan
hal-hal yang bodoh, adalah tidak bermanfaat, sekarang kamu telah melihat
kebenaran dan telah menjadi bijaksana, kehidupanmu sehari sebagai orang yang
bijaksana, sangat bermanfaat.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 111 berikut:
Walaupun seseorang
hidup seratus tahun,
tetapi tidak bijaksana dan tidak
terkendali,
sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan
sehari dari orang yang bijaksana dan tekun bersamadhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar