Kisah ini merupakan yang mendasari munculnya syair Dhammapada Yamaka Vagga ayat 11, yang sering disebut juga syair - syair berpasangan.
Berikut adalah kisah tersebut.
Upatissa
dan Kolita adalah dua orang pemuda dari dusun Upatissa dan dusun Kolita, dua
dusun di dekat Rajagaha. Ketika melihat suatu pertunjukkan, mereka menyadari
ketanpa-intian dari segala sesuatu. Lama mereka berdua mendiskusikan hal itu,
tetapi hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya mereka bersama-sama memutuskan untuk
mencari jalan keluarnya.
Pertama-tama,
mereka berguru kepada Sanjaya, petapa pengembara di Rajagaha. Tetapi mereka
merasa tidak puas dengan apa yang ia ajarkan. Karena itu, mereka pergi
mengembara ke seluruh daerah Jambudipa untuk mencari guru lain yang dapat
memuaskan mereka.
Lelah
melakukan pencarian, akhirnya mereka kembali ke daerah asal mereka, karena
tidak menemukan Dhamma yang sebenarnya. Pada saat itu mereka berdua saling
berjanji, akan terus mencari. Jika di antara mereka ada yang lebih dahulu
menemui kebenaran Dhamma, harus memberitahu yang lainnya.
Suatu
hari, Upatissa bertemu dengan Assaji Thera, dan belajar darinya tentang hakekat
Dhamma. Sang Thera mengucapkan syair awal, “Ye Dhamma hetuppabhava”, yang berarti “Segala sesuatu yang terjadi
berasal dari suatu sebab.”
Mendengar
syair tersebut mata batin Upatissa terbuka. Ia langsung mencapai tingkat
kesucian sotapatti magga dan phala.
Sesuai
janji bersamanya, ia pergi menemui temannya Kolita, menjelaskan padanya bahwa
ia, Upatissa, telah mencapai tahap keadaan tanpa kematian, dan mengulangi syair
tersebut di hadapan temannya. Kolita juga berhasil mencapai tingkat kesucian
sotapatti pada saat akhir syair itu diucapkan.
Mereka
berdua teringat pada bekas guru mereka, Sanjaya, dan berharap ia mau mengikuti
jejak mereka. Setelah bertemu, mereka berdua berkata kepadanya, “Kami telah
menemukan seseorang yang dapat menunjukkan jalan dari keadaan tanpa kematian;
Sang Buddha telah muncul di dunia ini, Dhamma telah muncul; Sangha telah
muncul…., mari kita pergi kepada Sang Guru”.
Mereka
berharap bahwa bekas guru mereka akan pergi bersama mereka menemui Sang Buddha,
dan berkenan mendengarkan ajaran-Nya juga, sehingga akan mencapai tingkat
pencapaian magga dan phala. Tetapi Sanjaya menolak.
Oleh
karena itu, Upatissa dan Kolita, dengan dua ratus lima puluh pengikutnya, pergi
menghadap Sang Buddha di Veluvana.
Di
sana mereka ditahbiskan dan bergabung dalam pasamuan para bhikkhu. Upatissa
sebagai anak laki-laki dari Rupasari menjadi lebih dikenal sebagai Sariputta.
Kolita sebagai anak laki-laki dari Moggalli, lebih dikenal sebagai Moggallana.
Dalam tujuh hari setelah menjadi anggota Sangha, Moggallana mencapai tingkat
kesucian arahat. Sariputta mencapai tingkat yang sama dua minggu setelah
menjadi anggota Sangha.
Kemudian,
Sang Buddha menjadikan mereka berdua sebagai dua murid utama-Nya (agga-savaka).
Kedua
murid utama itu, kemudian menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana mereka pergi
ke festival Giragga, pertemuan dengan Assaji Thera, dan pencapaian tingkat
kesucian sotapatti. Mereka juga bercerita kepada Sang Buddha tentang bekas guru
mereka, Sanjaya, yang menolak ajakan mereka.
Sanjaya
pernah berkata, “Telah menjadi Guru dari sekian banyak murid, bagiku untuk
menjadi murid-Nya adalah sulit, seperti kendi yang berubah menjadi gelas
minuman. Di samping hal itu, hanya sedikit orang yang bijaksana dan sebagian
besar adalah bodoh. Biarkan yang bijaksana pergi kepada Sang Gotama yang bijaksana,
sedangkan yang bodoh akan tetap datang kepadaku. Pergilah sesuai kehendakmu,
murid-muridku”.
Sang
Buddha menjelaskan bahwa kesalahan Sanjaya adalah keangkuhannya, yang
menghalanginya untuk melihat kebenaran sebagai kebenaran; ia telah melihat
ketidak-benaran sebagai kebenaran, dan tidak akan pernah mencapai pada
kebenaran yang sesungguhnya.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 11 dan 12 berikut:
Mereka yang menganggap,
ketidak-benaran sebagai kebenaran,
dan kebenaran sebagai ketidak-benaran,
maka mereka yang mempunyai,
pikiran keliru seperti itu,
tak akan pernah dapat,
menyelami kebenaran.
Mereka yang mengetahui,
kebenaran sebagai kebenaran,
dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran,
maka mereka yang mempunyai,
pikiran benar seperti itu,
akan dapat menyelami kebenaran.
Banyak
bhikkhu berhasil mencapai tingkat kesucian sotapatti, setelah khotbah Dhamma
itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar