Suatu
hari Soreyya beserta seorang teman dan beberapa pembantu pergi dengan sebuah
kereta yang mewah untuk membersihkan diri (mandi). Pada saat itu, Mahakaccayana
Thera sedang mengatur jubahnya di pinggir luar kota, karena ia akan memasuki kota
Soreyya untuk berpindapatta. Pemuda Soreyya melihat sinar keemasan dari
Mahakaccayana Thera, berpikir: “Bagaimana apabila Mahakaccayana Thera menjadi
istriku, atau bagaimana apabila warna kulit istriku seperti itu.” Karena muncul
keinginan seperti itu, kelaminnya berubah menjadi seorang wanita.
Dengan
sangat malu, ia turun dari kereta dan berlari, pada jalan menuju ke arah
Taxila. Pembantunya kehilangan dia, mencarinya, tetapi tidak dapat
menemukannya.
Soreyya,
sekarang seorang wanita, memberikan cincinnya sebagai ongkos kepada beberapa
orang yang bepergian ke Taxila, dengan harapan agar ia diizinkan ikut dalam
kereta mereka. Setelah tiba di Taxila, teman-teman Soreyya berkata kepada
seorang pemuda kaya di Taxila, tentang perempuan yang datang bersama mereka.
Pemuda kaya itu melihat Soreyya yang begitu cantik dan seumur dengannya,
menikahi Soreyya.
Perkawinan
itu membuahkan dua anak laki-laki, dan ada juga dua anak laki-laki dari
perkawinan Soreyya pada waktu masih sebagai pria.
Suatu
hari, seorang anak orang kaya dari kota Soreyya datang di Taxila dengan
limaratus kereta. Perempuan Soreyya mengenalinya sebagai seseorang yang telah
diutus oleh teman lamanya. Laki-laki dari kota Soreyya itu merasa senang bahwa
ia diundang oleh seorang perempuan yang tidak dikenalnya. Ia berbicara dengan
Soreyya bahwa ia tidak mengenalnya, dan bertanya kepada Soreyya apakah Soreyya
mengetahui dirinya. Soreyya menjawab bahwa ia tahu tentang dirinya dan
menanyakan kesehatan keluarganya dan beberapa orang-orang di kota Soreyya. Laki-laki
dari kota Soreyya berbicara tentang anak orang kaya yang hilang secara
misterius ketika pergi ke luar kota untuk mandi. Soreyya mengungkapkan
identitas dirinya dan menghubungkan semua apa yang telah terjadi, tentang
pikiran salahnya kepada Mahakaccaya Thera, tentang perubahan kelamin, dan
perkawinannya dengan orang kaya di Taxila.
Laki-laki
dari kota Soreyya menasehatinya untuk meminta maaf kepada Mahakaccayana Thera.
Mahakaccayana Thera diundang ke rumah perempuan Soreyya dan menerima dana
makanan darinya. Sesudah bersantap perempuan Soreyya dibawa menghadap
Mahakaccayana Thera, dan laki-laki dari kota Soreyya berbicara kepada
Mahakaccayana Thera bahwa perempuan ini pada waktu dulu adalah seorang anak
laki-laki orang kaya di kota Soreyya. Ia kemudian menjelaskan kepada
Mahakaccayana Thera bagaimana Soreyya menjadi perempuan karena berpikiran jelek
pada saat menghormati Mahakaccayana Thera. Perempuan Soreyya dengan hormat
meminta maaf kepada Mahakaccayana Thera. Mahakaccayana Thera berkata, “Bangunlah,
saya memaafkanmu.” Segera setelah kata-kata itu diucapkan, perempuan tersebut
berubah kelamin menjadi seorang laki-laki. Soreyya kemudian merenungkan
bagaimana dengan satu keberadaan diri dan dengan satu keberadaan tubuh jasmani
ia berubah kelamin, bagaimana anak-anak telah dilahirkannya. Merasa sangat
cemas dan jijik terhadap segala hal itu, ia memutuskan untuk meninggalkan hidup
berumah tangga, dan memasuki Pasamuan Sangha dibawah bimbingan Mahakaccayana
Thera.
Sesudah
itu ia sering ditanyai, “Siapa yang kamu cintai, dua anak laki-laki pada saat
ia sebagai seorang laki-laki, atau dua anak lain pada saat ia menjadi seorang
istri?” Terhadap hal itu ia menjawab bahwa cinta kepada mereka yang dilahirkan
dari rahimnya adalah lebih besar. Pertanyaan ini seringkali seringkali muncul,
ia merasa sangat terganggu dan malu. Kemudian ia menyendiri dan dengan rajin,
merenungkan penghancuran dan proses tubuh jasmani.
Tidak
terlalu lama kemudian, ia mencapai kesucian arahat, bersamaan dengan pandangan
terang analitis. Ketika pertanyaan lama ditanyakan kepadanya, ia menjawab bahwa
ia telah tidak mempunyai lagi kesayangan pada sesuatu yang khusus.
Bhikkhu-bhikkhu yang lain mendengarnya berpikir bahwa ia pasti berkata tidak
benar.
Pada
saat dilapori dua jawaban berbeda Soreyya itu, Sang Buddha berkata, “Anakku
berkata benar, ia telah berbicara benar. Jawabannya sekarang lain karena ia
sekarang telah mencapai tingkat kesucian arahat, sehingga ia tidak lagi
menyayangi sesuatu yang khusus. Dengan pikiran terarah benar, anak-Ku telah
membuat dirinya berada pada suatu kehidupan baik, yang diberikan oleh ayah
maupun ibu.”
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 43 berikut:
Bukan dengan pertolongan ibu, ayah, ataupun
sanak keluarga;
namun pikiran yang diarahkan dengan baik,
yang akan membantu dan mengangkat derajat seseorang.
Banyak
bhikkhu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu
berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar