Tinggallah
seorang hartawan yang sangat kaya bernama Ananda di Savatthi. Meskipun dia
memiliki delapan crore, dia tidak mau memberikan sesuatu apapun untuk berdana.
Kepada anaknya Mulasiri, dia sering mengatakan, “Jangan berpikir bahwa kekayaan
yang kita miliki saat ini cukup banyak. Jangan berikan sesuatu apapun yang kau
punyai, untukmu buatlah semakin bertambah. Jika tidak, kekayaanmu semakin
berkurang.”
Orang
kaya ini memiliki lima guci berisi emas yang dikubur di dalam rumahnya, dan ia
meninggal dunia tanpa memberitahukan tempat penyimpanan guci itu kepada
putranya.
Ananda,
orang kaya yang telah meninggal tadi, dilahirkan di sebuah perkampungan
pengemis, tidak jauh dari Savatthi. Waktu ibunya sedang mengandung, penghasilan
dan keberuntungan para pengemis menurun. Penduduk perkampungan itu berpikir
bahwa ada seseorang yang tidak beruntung dan menyebabkan kesialan di antara
mereka. Dengan membagi mereka kedalam kelompok-kelompok, mereka mengambil
kesimpulan bahwa pengemis wanita yang sedang mengandung itu mendatangkan
kesialan bagi mereka.
Ia
diusir keluar dari desa. Ketika anaknya lahir, anaknya sangat jelek dan
menjijikan. Jika wanita itu pergi mengemis sendirian ia akan memperoleh hasil
seperti biasa, tetapi jika ia pergi bersama putranya, ia tidak mendapatkan
apa-apa. Maka, ketika putranya bertambah dewasa dan dapat berjalan sendiri,
ibunya memasang tanda di tangannya dan kemudian meninggalkannya.
Ketika
pengemis muda itu berkelana ke Savatthi, ia mengingat rumahnya dan kehidupannya
yang lampau. Ia mengunjungi rumah tersebut. Anak-anak dari putranya, Mulasiri,
melihatnya. Mereka sangat ketakutan melihat penampilannya yang buruk.
Pelayan-pelayan kemudian memukulinya dan mendorongnya keluar rumah.
Sang
Buddha yang sedang melakukan pindapatta melihat peristiwa itu dan meminta Y.A.
Ananda untuk mengundang Mulasiri. Ketika Mulasiri datang, Sang Buddha
memberitahukan bahwa pengemis muda tadi adalah ayahnya sendiri pada kehidupan
yang lampau. Tetapi Mulasiri tidak mempercayainya.
Maka
Sang Buddha menyuruh pengemis muda itu untuk menunjukkan dimana lima buah guci
emas tersebut dikubur. Akhirnya Mulasiri menerima kenyataan yang ada, dan sejak
itu ia menjadi umat awam pengikut Sang Buddha.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 62 berikut:
“Anak-anak ini milikku, kekayaan ini milikku,”
demikianlah pikiran orang bodoh.
Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan merupakan miliknya,
bagaimana mungkin anak dan kekayaan itu menjadi miliknya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar