Jambuka
adalah seorang hartawan di Savatthi. Berkaitan dengan perbuatan buruk yang
dilakukannya di masa lampau, ia harus dilahirkan dengan kelakuan yang sangat
aneh.
Ketika
masih anak-anak, ia tidur di lantai tanpa alas kasur, dan memakan kotorannya
sendiri sebagai ganti nasi. Ketika ia bertambah dewasa, orang tuanya mengirim
kepada Ajivaka, pertapa telanjang. Ketika pertapa itu mengetahui kebiasaan
makannya yang aneh, mereka mengirim Jambuka pulang ke rumah. Setiap malam ia
makan kotoran manusia. Setiap hari berdiri dengan satu kaki, dan membiarkan
mulutnya terbuka.
Ia
selalu mengatakan bahwa ia membiarkan mulutnya terbuka, sebab ia hidup dari
udara dan berdiri dengan satu kaki, sebab akan memberatkan bumi untuk
mengangkatnya. “Saya tidak pernah duduk, saya tidak pernah tidur,” ia berbangga
diri, dan oleh karena itu ia dikenal dengan nama Jambuka, orang congkak.
Beberapa
orang mempercayainya dan beberapa orang mau datang kepadanya untuk berdana
makanan. Jambuka akan menolak dan berkata, “Saya tidak menerima makanan selain
udara.” ketika dipaksa, dia menerima sedikit dana makanan tersebut, kemudian ia
akan memberikan segenggam rumput kusa kepada orang yang berdana makanan itu dan
berkata: “Sekarang pergilah, semoga ini dapat memberikan kebahagiaan bagi
anda.”
Dengan
cara ini, Jambuka hidup selama lima puluh lima tahun telanjang, dan hanya makan
kotoran manusia.
Suatu
hari Sang Buddha melihat bahwa Jambuka akan mencapai tingkat kesucian arahat
dengan segera. Maka suatu sore Sang Buddha pergi ke tempat tinggal Jambuka dan
menanyakan di mana tempat bermalam.
Jambuka
menunjukkan sebuah gua yang ada di gunung tidak jauh dari lempengan batu tempat
tinggalnya.
Selama
malam pertama, kedua, dan ketiga, dewa-dewa Catumaharajika, Sakka, dan
Mahabrahma datang untuk memberikan penghormatan secara bergantian kepada Sang
Buddha. Pada ketiga kesempatan tersebut, hutan itu terang benderang dan Jambuka
menyaksikan ketiga cahaya tersebut.
Pagi
harinya, ia mengunjungi Sang Buddha dan bertanya tentang cahaya tersebut.
Ketika
diberitahu bahwa dewa-dewa, Sakka dan Mahabrahma datang memberikan hormat pada
Sang Buddha, Jambuka sangat tertarik dan berkata kepada Sang Buddha: “Anda
pasti benar-benar orang besar bagi para dewa, Sakka, dan Mahabrahma, sehingga
mereka datang dan memberikan hormat kepadamu. Tidak seperti saya, meskipun saya
telah berlatih hidup sederhana selama 55 tahun, hidup dari udara dan berdiri
dengan satu kaki, tidak satu dewa pun, tidak juga Sakka, Mahabrahma
mengunjungiku.”
Sang
Buddha berkata kepadanya, “O, Jambuka! Kamu dapat menipu orang lain, tetapi
kamu tidak dapat menipuku. Saya tahu bahwa selama 55 tahun kamu telah makan
kotoran dan tidur di tanah.”
Lebih
jauh Sang Buddha menerangkan kepadanya bagaimana kehidupannya yang lampau pada
masa Buddha Kassapa, Jambuka telah menghalangi seorang thera untuk berkunjung
ke rumah umat awam yang ingin berdana makanan dan bagaimana ia telah
melemparkan semua makanan yang dikirimkan untuk thera tersebut. Karena
kejahatannya itu, Jambuka sekarang makan kotoran dan tidur di tanah. Mendengar
penjelasan tersebut, Jambuka sangat terkejut dan menyesal telah berbuat jahat
dan telah menipu orang lain.
Ia
berlutut di hadapan Sang Buddha, dan Sang Buddha memberinya selembar kain untuk
dikenakan. Sang Buddha memberikan khotbah; dan pada akhir khotbah, Jambuka
mencapai tingkat kesucian arahat serta menjadi murid Sang Buddha.
Murid
Jambuka dari Anga dan Magadha datang dan mereka sangat terkejut melihat Jambuka
bersama Sang Buddha. Jambuka menjelaskan kepada mereka bahwa ia telah menjadi
murid Sang Buddha.
Kepada
mereka Sang Buddha berkata, meskipun guru mereka telah hidup dengan sederhana
dengan makan makanan yang sangat sederhana, hal itu tidak bermanfaat, walaupun
seperenambelas bagian dari latihan dan perkembangannya saat ini.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 70 berikut:
Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan
makanannya dengan ujung rumput kusa,
namun demikian ia tidak berharga seperenambelas bagian dari
mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar