Seorang
penjual bunga, bernama Sumana, harus mengirimkan bunga melati kepada Raja
Bimbisara dari Rajagaha setiap pagi. Suatu hari, ketika ia akan pergi ke
istana, ia melihat Sang Buddha, dengan pancaran sinar aura sangat terang,
datang ke kota untuk berpindapatta dengan diikuti oleh beberapa bhikkhu.
Melihat
Sang Buddha yang sangat agung, penjual bunga Sumana sangat ingin mendanakan
bunganya kepada Sang Buddha, pada saat itu dan di tempat itu pula. Ia
memutuskan, meskipun raja akan mengusirnya dari kota atau membunuhnya, ia tidak
akan memberikan bunganya kepada raja pada hari itu.
Kemudian
ia melemparkan bunganya ke samping, ke belakang, ke atas dan di atas kepala
Sang Buddha. Bunga-bunga itu menggantung di udara; di atas kepala Sang Buddha
membentuk seperti payung dari bunga-bunga. Di belakang dan di sisi-sisi Beliau
membentuk seperti dinding. Bunga-bunga ini terus mengikuti Sang Buddha kemana
saja Beliau berjalan, dan ikut berhenti ketika Beliau berhenti.
Ketika
Sang Buddha berjalan, dikelilingi oleh dinding-dinding dari bunga, dan
dipayungi oleh bunga, dengan enam sinar yang memancar dari tubuhnya, diikuti
oleh kelompok besar, ribuan orang dari dalam maupun dari luar kota Rajagaha.
Mereka keluar dari rumahnya dan memberi hormat kepada Sang Buddha. Bagi Sumana
sendiri, seluruh tubuhnya diliputi dengan kegiuran batin (piti).
Istri
Sumana kemudian menghadap raja dan berkata bahwa ia tidak ikut campur dalam
kesalahan suaminya, karena suaminya tidak mengirim bunga kepada raja hari ini.
Raja yang telah mencapai tingkat kesucian sotapanna, merasa sangat berbahagia.
Ia keluar istana untuk melihat pemandangan yang indah itu dan memberikan hormat
kepada Sang Buddha.
Raja
juga mengambil kesempatan untuk memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan
murid-muridnya. Setelah makan siang, Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana dan
raja mengikutinya sampai beberapa jauh.
Dalam
perjalanan pulang, Raja memanggil Sumana dan memberikan penghargaan kepadanya
yang berupa delapan ekor kuda, delapan orang budak laki-laki, delapan orang
budak wanita, delapan orang anak gadis, dan uang delapan ribu.
Di
Vihara Jetavana, Y.A. Ananda bertanya kepada Sang Buddha apa manfaat yang akan
diperoleh Sumana dari perbuatan baik yang telah dilakukannya pada pagi hari itu.
Sang Buddha menjawab bahwa Sumana, yang telah memberikan dana kepada Sang
Buddha tanpa memikirkan hidupnya, tidak akan dilahirkan di empat alam yang
menyedihkan (Apaya) untuk beratus-ratus ribu kehidupan yang akan datang. Dan ia
akan menjadi seorang Pacceka Buddha. Setelah itu, Sang Buddha memasuki
Gandhakuti, dan bunga-bunga itu jatuh dengan sendirinya.
Malam
harinya, pada akhir khotbah Sang Buddha membabarkan syair berikut ini:
Bila suatu perbuatan setelah selesi dilakukan
tidak membuat seseorang menyesal,
maka perbuatan itu adalah baik.
Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati gembira
dan puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar