Seorang
hartawan dari Bhaddiya bernama Danancaya, dari istrinya Sumanadevi mempunyai
puteri yang dinamai Visakha. Visakha juga merupakan cucu dari Mendaka, salah
seorang dari lima hartawan yang ada di wilayah kerajaan Raja Bimbisara. Ketika
Visakha berusia tujuh belas tahun, Sang Buddha berkunjung ke Bhaddiya.
Pada
suatu kesempatan hartawan Mendaka mengajak Visakha dan lima ratus pengawalnya
untuk memberikan penghormatan pada Sang Buddha. Setelah mendengar khotbah Sang
Buddha, Visakha, kakeknya dan semua lima ratus pengawalnya mencapai tingkat
kesucian Sotapatti.
Ketika
Visakha dewasa, dia menikah dengan Punnavaddhana, putera Migara, seorang
hartawan dari Savatthi. Suatu hari, ketika Migara sedang makan siang, seorang
bhikkhu berhenti untuk berpindapatta di rumah orang tersebut; tetapi Migara
menolak bhikkhu tersebut.
Visakha
melihat hal ini, kemudian berkata kepada bhikkhu tersebut: “Maafkan saya,
teruslah berjalan bhante, ayah mertua saya hanya makan makanan basi.”
Mendengar
hal itu Migara menjadi sangat marah dan menyuruhnya untuk pergi. Tetapi Visakha
mengatakan bahwa ia tidak akan pergi, dan dia akan memanggil delapan wali yang
dikirim oleh ayahnya untuk menemaninya dan menasehatinya. Wali-wali tersebut
akan memutuskan apakah Visakha bersalah atau tidak bersalah.
Ketika
para wali telah berkumpul, Migara berkata : “Ketika saya sedang makan nasi dan
susu dengan mangkuk emas, Visakha mengatakan bhawa saya makan makanan kotor dan
basi. Untuk kesalahan itu saya akan mengirimnya pulang.”
Kemudian
Visakha menjelaskan sebagai berikut: “Ketika saya melihat ayah mertua saya
membiarkan seorang bhikkhu berdiri untuk berpindapatta. Saya berpikir bahwa
ayah mertua saya tidak mau melakukan perbuatan baik pada saat ini, beliau hanya
makan dari hasil perbuatan baiknya yang lampau. Maka, saya mengatakan, ayah
mertua saya hanya makan makanan basi. Sekarang tuan-tuan, apakah anda pikir,
saya bersalah?” Para wali memutuskan bahwa Visakha tidak bersalah.
Visakha
kemudian mengatakan bahwa dia salah seorang pengikut Buddha yang taat dan
berkeyakinan kuat dan tidak dapat tinggal diam ketika para bhikkhu datang.
Juga, apabila dia tidak diberikan izin untuk mengundang para bhikkhu untuk
menerima dana makanan dan persembahan lainnya, dia akan meninggalkan rumah.
Maka Visakha memperoleh izin untuk mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu
untuk ke rumahnya.
Keesokan
harinya Sang Buddha dan murid-muridNya diundang ke rumah Visakha. Ketika dana
makanan telah disajikan, Visakha mengundang ayah mertuanya untuk bersama-sama
mendanakan makanan tersebut. Tetapi ayah mertuanya tidak mau datang. Setelah
makan siang berakhir, sekali lagi dia mengundang ayah mertuanya, kali ini
dengan pesan agar ayah mertuanya untuk datang ikut mendengarkan yang akan
segera diberikan oleh Sang Buddha. Ayah mertuanya merasa bahwa tidak seharusnya
dia menolak untuk kedua kalinya. Tetapi, gurunya, pertapa Nigantha, tidak
mengizinkan dia pergi. Mereka memutuskan untuk mendengarkan dari balik tirai.
Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Migara mencapai tingkat kesucian
Sotapatti. Dia sangat berterima kasih kepada Sang Buddha dan juga menantunya.
Sebagai
bentuk rasa terima kasihnya, dia menyatakan bahwa mulai sekarang Visakha akan
menjadi ibunya, dan Visakha kemudian dikenal sebagai Migaramata.
Visakha
mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan, dan masing-masing
anak mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan.
Visakha
memiliki sebuah perhiasan yang dihiasi dengan permata-permata yang mahal
harganya, pemberian ayahnya pada hari pernikahannya. Suatu hari Visakha pergi
ke Vihara Jetavana bersama para pengikutnya. Saat tiba di vihara, dia merasa
bahwa perhiasannya sangat berat. Maka, ia melepaskan perhiasannya dan
membungkusnya dengan selendang, memberikan kepada pelayannya untuk dibawa dan
dijaganya. Ternyata pelayan tersebut lupa ketika mereka meninggalkan vihara.
Sudah menjadi kebiasaan Y.A. Ananda menyimpan barang-barang yang ditinggalkan
umat.
Visakha
mengirim kembali pelayannya ke vihara: “Pergi dan lihatlah perhiasan permata itu,
tetapi jika Y.A. Ananda telah menemukan dan menyimpannya di suatu tempat,
jangan bawa pulang kembali; saya mendanakan perhiasan permata itu kepada Y.A.
Ananda.” Tetapi Y.A. Ananda tidak menerima dana tersebut.
Maka
Visakha memutuskan untuk menjual perhiasan tersebut dan kemudian akan
mendanakan hasil penjualannya. Tetapi tidak seorang pun yang mampu membeli
perhiasan tersebut. Akhirnya Visakha membelinya sendiri seharga sembilan score
dan satu lakh. Dengan uang tersebut ia membangun sebuah vihara di bagian timur
kota: Vihara ini dikenal dengan nama Pubbarama.
Setelah
upacara pelimpahan jasa ia mengundang seluruh keluarganya dan mengatakan kepada
mereka bahwa semua keinginannya telah terpenuhi dan ia tidak lagi mempunyai
keinginan. Kemudian sambil melantunkan lima syair kegembiraan ia berputar
mengelilingi vihara.
Beberapa
bhikkhu mendengarnya. Mereka berpikir bahwa kelakuan Visakha sangat berlebihan.
Maka mereka melaporkan kepada Sang Buddha bahwa Visakha tidak seperti
sebelumnya berkeliling vihara sambil menyanyi. Para bhikkhu bertanya kepada
Sang Buddha: “Apakah itu berarti Visakha kehilangan akal sehatnya?”
Sang
Buddha menjawab, “Hari ini, Visakha telah memenuhi keinginannya di masa lampau
maupun saat ini dan atas usahanya sendiri. Ia merasa gembira dan puas. Visakha
sedang melantunkan beberapa syair kegembiraan yang pasti ia tidak kehilangan
akal sehatnya. Visakha, pada kehidupan lampau selalu menjadi seorang pendana
yang murah hati dan bersemangat mendukung ajaran-ajaran para Buddha. Ia juga
berkecenderungan kuat melakukan perbuatan-perbuatan baik dan telah melakukan
hal-hal baik juga pada kehidupan lampaunya, seperti seorang ahli bunga menyusun
banyak rangkaian bunga dari setumpuk bunga.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair 53 berikut :
Seperti dari setumpuk bunga dapat dibuat
banyak karangan bunga;
demikian pula hendaknya banyak kebajikan
dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar